7 research outputs found

    SKLEROTIA DAN LUAS BERCAK SEBAGAI VARIABEL KETAHANAN PADI TERHADAP HAWAR PELEPAH DAUN

    Get PDF
    Hawar pelepah daun merupakan salah satu penyakit yang menyerang padi pada berbagai stadia pertumbuhan yang menyebabkan menurunnya kuantitas dan kualitas panen. Salah satu tanda penyakit hawar pelepah daun adalah sklerotia dan gejala penyakitnya berupa bercak di permukaan daun yang belum banyak digunakan untuk mengevaluasi ketahanan varietas padi. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi ketahanan padi dilihat dari jumlah sclerotia dan luas bercak sebagai opsi variabel untuk menguji ketahanan varietas padi. Penelitian dilaksanakan di Dukuh Durenan Desa Joho Kecamatan Mojolaban Sukoharjo. Varietas yang paling tahan terhadap penyakit hawar pelepah daun yaitu varietas Padi Hitam yang menunjukkan nilai yang paling rendah dalam luas bercak yang timbul dan jumlah sklerotia

    Luas Hawar sebagai Variabel Ketahanan Padi Berbasis Kehilangan Hasil oleh Infeksi Rhizoctonia Solani

    Get PDF
    Penyakit hawar pelepah daun (HPD)  yang disebabkan oleh jamur Rhizoctonia solani adalah salah satu penyakit penting yang dapat menyebabkan kehilangan hasil panen yang sangat berarti. Ketahanan menjadi salah satu pengendalian yang penting dalam pengelolaan HDP secara terpadu.  Umumnya kegiatan penapisan varietas tahan  terhadap HDP menggunakan keparahan penyakit sebagai variabel utama untuk menentukan klasisfikasi tingkat ketahanan/kerentahan varietas.  Keparahan penyakit yang digunakan berbasis skoring tinggi hawar dengan tinggi tanaman.  Hal ini akan menghadapi kendala dan kurang komparabel ketika antarvarietas secara genetika memiliki tinggi tanaman yang bervariasi secara berarti.  Hal ini menyebabkan hubungan kereratan antara keparahan penyakit dengan kehilangan hasil menjadi rendah.  Oleh karena itu perlu dicari alternatif variabel lain yang lebih erah hubungannya dengan kehilangan hasil oleh infeksi patogen HPD. Makalah ini melaporkan hasil analisis hubungan antara luas hawar pada pelepah dan daun terhadap kehilangan hasil. Data dikumpulkan berdasarkan inokulasi artifisual di rumah kaca pada Inpari13, IR64, Srikiti dan Padi Hitam. Luas hawar dan keparahan penyakit digunakan sebagai varibel bebas terhadap kehilangan hasil. Kedua variabel dilakukan pengukuran pada saat umur panen. Analisis hubungan luas hawar dan keparahan penyakit berdasarkan nilai koefisien determinasi dan korelasi regresi sederhana. Hasil korelasi antara keparahan penyakit dan kehilangan hasil menunjukkan nilai 0,333 yang artinya ada hubungan positif, sementara korelasi antara luas hawar dan kehilangan hasil menunjukkan nilai 0,52, dan korelasi tinggi tanaman dan kehilangan hasil menunjukkan  nilai 0,093. Dengan demikian, dapat disebutkan bahwa luas bercak lebih representatif digunakan sebagai variabel toleransi sebab koefisien korelasi seolah- olah semakin tinggi tanaman, keparahan penyakitnya semakin rendah. Karena keparahan penyakit yang semakin rendah maka toleransinya semakin tinggi

    SKLEROTIA DAN LUAS BERCAK SEBAGAI VARIABEL KETAHANAN PADI TERHADAP HAWAR PELEPAH DAUN

    Get PDF
    Hawar pelepah daun merupakan salah satu penyakit yang menyerang padi pada berbagai stadia pertumbuhan yang menyebabkan menurunnya kuantitas dan kualitas panen. Salah satu tanda penyakit hawar pelepah daun adalah sklerotia dan gejala penyakitnya berupa bercak di permukaan daun yang belum banyak digunakan untuk mengevaluasi ketahanan varietas padi. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi ketahanan padi dilihat dari jumlah sclerotia dan luas bercak sebagai opsi variabel untuk menguji ketahanan varietas padi. Penelitian dilaksanakan di Dukuh Durenan Desa Joho Kecamatan Mojolaban Sukoharjo. Varietas yang paling tahan terhadap penyakit hawar pelepah daun yaitu varietas Padi Hitam yang menunjukkan nilai yang paling rendah dalam luas bercak yang timbul dan jumlah sklerotia

    [Pengendalian Hama Tikus pada Pertanaman Padi di Palur, Sukoharjo, Jawa Tengah] : Review

    Get PDF
    Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pangan yang memiliki arti serta peran yang penting bagi seluruh penduduk Indonesia. Padi merupakan salah satu bahan pangan pokok yang banyak dikonsumsi masyarakat di Indonesia. Produktivitas tanaman padi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor internal dan faktor eksternal. Faktor eksternal yang mempengaruhi produktivitas tanaman padi yaitu salah satunya populasi tikus sawah. Tikus sawah merupakan hama penting padi dan tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia. Lokasi pengamatan di lahan pertanaman padi di Balai Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura Palur, Sukoharjo, Jawa Tengah. Metode penelitian yang dilakukan yaitu pengamatan hama secara langsung dan menentukan pengendalian yang tepat sesuai kondisi lahan. Hasil pengamatan menunjukkan, tikus sawah merupakan hama penting hama penting di lokasi penelitian dengan tingkat kerusakan yang parah dengan kerugian yang besar. Tikus sawah juga dapat berkembang biak dengan sangat cepat jadi populasinya akan bertambah dalam waktu yang singkat. Pengendalian populasi tikus sawah dilakukan dengan berbagai metode yaitu gropyokan, Trap Barrier System (TBS), dan pengemposan dengan serbuk belerang

    Kompatibilitas dan Efektivitas Azospirillum dan Streptomyces untuk Mengendalikan Penyakit Moler pada Bawang Merah di Alfisol Jumantono

    Get PDF
    Pengaruh Azospirillum sp. dan Streptomyces sp. secara terpisah sebagai perlakuan tunggal pada kegiatan budidaya tanaman telah banyak dilaporkan pada penelitian sebelumnya, tetapi sebagai perlakuan kombinasi sebagai agens hayati masih terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kompatibilitas dan efektivitas Azospirillum sp. dan Streptomyces sp. untuk pengendalian penyakit moler yang disebabkan oleh Fusarium oxysporum f. sp. cepae (FOCe) dan pertumbuhan bawang merah di tanah Alfisol Jumantono. Penelitian terdiri dari uji in vitro (uji antagonisme dan uji kompatibilitas) dan uji in vivo (penanaman pada polybag di screen house). Uji in vitro dilakukan dengan metode dual culture sementara uji in vivo dilakukan dengan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) yang terdiri dari lima perlakuan dan lima ulangan. Perlakuan terdiri dari perlakuan tanpa agens pengendali hayati, aplikasi fungisida, Azospirillum sp., Streptomyces sp., dan kombinasi Azospirillum sp. dengan Streptomyces sp. semua perlakuan diinkulasikan dengan FOCe.Variabel yang diamati pada uji in vitro yaitu kompatibilitas dan penghambatan pertumbuhan koloni FOCe, sementara pada uji in vivo variabel yang diamati adalah penghambatan terhadap intensitase penyakit serta pengaruhnya terhadap pertumbuhan bawang merah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara in vitro Azospirillum sp. dan Streptomyces sp. kompatibel satu sama lain. Streptomyces sp. menekan pertumbuhan FOCe sebesar 52.96% lebih baik daripada Azospirillum sp. Akan tetapi, hasil uji in vivo menunjukkan Azospirillum sp. dan Streptomyces sp., baik secara individu maupun bersama-sama, belum berhasil memberikan pengendalian yang optimal terhadap penyakit moler pada bawang merah yang ditanam di tanah Alfisols Jumantono. Meskipun aplikasinya mampu mengurangi intensitas penyakit moler, tingkat efektivitasnya termasuk dalam kategori kurang. Selain itu, dampaknya terhadap parameter pertumbuhan bawang merah juga belum hasil yang diharapkan. Oleh karena itu, diperlukan peningkatan dalam metode aplikasi agens pengendali hayati guna mencapai hasil yang diinginkan

    Studies on the Biology of Soybean Cyst Nematode

    Get PDF
    Soybean cyst nematode (SCN), Heterodera glycines, is a threat to soybean production in North Dakota. Studies on the biology of SCN were conducted to improve my understanding and management of this plant parasitic nematode. The objectives of the research were to; (1) determine if SCN reproduces on crops commercially grown or being tested for production in North Dakota, (2) evaluate the effects of SCN on growth of dry bean, (3) determine if there could be a shift in the SCN population toward greater ability to reproduce on dry bean, and (4) characterize the spatial distribution of SCN in research size field experiments. Canola, clover, lentil, and sunflower were nonhosts while borage, camelina, chickpea, crambe, cuphea, field pea, nyjer, and safflower were poor hosts for SCN with female indices (FI) less than 8. Lupines were susceptible hosts with FI’s of 42 to 57. FI’s of dry bean cultivars varied from 5 to 117. Kidney beans averaged the highest FI at 110 followed by navy, pinto and black at FI’s 41, 39, and 16, respectively. Pod number (PN), pod weight (PW), seed number (SN), and seed weight (SW) of GTS-900 (pinto bean) were significantly less at 5,000 and 10,000 eggs/100 cm3 soil compared with the control by 44 to 56% averaged over the two years. Significant reduction in growth of Montcalm (kidney bean) and Mayflower (navy bean) was observed at 2,500 and 5,000 eggs/100 cm3 soils in 2009, but not in 2008. There was no evidence that SCN was increasing reproduction during two 11 month periods of continual reproduction on roots of dry bean cultivars Premiere and Cirrus (navy), Buster and Othello (pinto), and Eclipse and Jaguar (black). The spatial distribution of SCN in field plots was aggregated in nine of ten field sites with large differences in egg numbers between plots. Lloyd’s index of patchiness ranged from 1.09 to 3.34. Spatial distribution of SCN can be an important factor affecting the results of field experiments

    Yields Losses Caused by Basal Plate Rot (Fusarium oxysporum f.sp. cepae) in Some Shallot Varieties

    Get PDF
    Basal plate rot or moler caused by Fusarium oxysporum f. sp. cepae (FOCe) is the most important disease of shallot. However, the information of crop losses attributed to the pathogen is still limited, especially related to resistance of shallot. This paper discusses the correlation between disease severity and resistance of some shallot varieties to yield losses. The experiment was arranged by Completely Randomized Design (CRD) with six varieties of shallot as treatments, each of which consisted of 20 shallots, with three times of replications. The independent variables were the disease severity of twisting leaf and rotting of shallot bulb. The association of disease severity versus yield losses in different varieties was based on the correlation analysis. The results showed that both variables were positively correlated to yield losses, which were significantly affected by the level of resistance. Yield losses in resistant and moderate varieties were at the ranges of 2.13-4.38 and 15, 27.26-40.04, respectively
    corecore